BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) di sekolah-sekolah diharapkan dapat menjadi suatu wahana bagi siswa
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam penerapannya dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan metode
ilmiah. Dalam implementasinya perlu dilakukan berbagai studi yang mengarah pada
peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam implementasi suatu kurikulum adalah
adanya kemampuan pengajar dalam mengembangkan dan menerapkan suatu model
pembelajaran (BSNP, 2006).
Pendidikan kimia sebagai
bagian dari integral dari sistem pendidikan nasional mulai diajarkan pada
jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Terpadu (BSNP, 2006). Peranan kimia yang
penting dari aspek penalaran maupun pada aspek penerapannya, sehingga pelajaran
kimia sudah dikenalkan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama. Selain itu kimia
juga merupakan pengetahuan dasar yang sangat dibutuhkan untuk mempelajari
berbagai cabang ilmu pengetahuan lainnya, seperti fisika, geologi dan biologi.
Peranan
guru sangat menunjang keberhasilan dalam misi pendidikan dan
pembelajaran di sekolah, selain bertanggung
jawab, mengatur, mengarahkan dan
menciptakan suasana kondusif untuk mendorong
siswa dalam melaksanakan
kegiatan di atas,
guru
juga berperan dalam
meningkatkan
kualitas pendidikan. Hasil belajar yang meningkat merupakan salah satu indikator
pencapaian tujuan
pembelajaran yang
mana, hal itu tidak terlepas dari motivasi siswa dan kreativitas guru dalam menyajikan
suatu materi pelajaran.
Berbagai model pembelajaran dan media yang sesuai akan menjadikan suatu variasi dalam proses
kegiatan
belajar mengajar, sehingga
tercapai
tujuan
pengajaran secara maksimal.
Hasil observasi tanggal 3 Agustus 2016, pada
proses belajar mengajar kimia di MTs Khulafaur Rasyidin dapat dilihat pada
Tabel 1.1.
Tabel 1.1 : Hasil Observasi Proses
Belajar Mengajar IPA di kelas VIIIC dan VIIID
pada materi Gaya dan Gerak Tahun
Ajaran 2016/2017
Observasi
kelas VIIIC pada tanggal 3 Agustus
2016
|
Observasi
kelas VIIID pada tanggal 3 Agustus
2016
|
||
1. Guru mengucapkan salam.
|
1. Guru mengucapkan salam.
|
||
2. Guru mengabsen siswa.
|
2. Guru mengabsen siswa.
|
||
3. Guru tidak memberikan apersepsi.
|
3. Guru tidak memberikan apersepsi.
|
||
4. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
|
4. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
|
||
5. Guru menyampaikan materi dengan metode ceramah.
|
5. Guru menyampaikan materi dengan metode ceramah.
|
||
6. Guru mencatat soal di papan tulis.
|
6. Guru mencatat soal di papan tulis.
|
||
7. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan jumlah
siswa disetiap kelompoknya yaitu 3 orang.
|
7. Guru meminta siswa berdiskusi dengan teman sebangku.
|
||
8. Guru menugaskan siswa menerjakan soal dengan berdiskusi
dengan teman kelompoknya.
|
8. Guru meminta siswa mengerjakan soal di papan tulis.
|
||
9. Banyak siswa yang mengandalkan temannya untuk mengerjakan
soal.
|
9. Banyak siswa yang mengandalkan temannya untuk mengerjakan
soal.
|
||
10. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa, tetapi
hanya 5 siswa yang bertanya.
|
10. Guru memberikan kesempatan bertanya kepada siswa, tetapi tidak
siswa yang bertanya.
|
||
11. Guru tidak memberikan batasan waktu untuk berdiskusi.
|
11. Guru tidak memberikan batasan waktu untuk berdiskusi.
|
||
12. Guru meminta siswa untuk menyelesaikan soal di depan kelas.
|
|
||
13. Beberapa siswa sibuk dengan aktivitas masing-masing.
|
|
||
14. Waktu habis sebelum semua soal selesai dibahas.
|
14. Waktu habis sebelum semua soal selesai dibahas.
|
||
15. Guru tidak memberikan kesimpulan di akhir pembelajaran.
|
15. Guru tidak memberikan kesimpulan di akhir pembelajaran.
|
Tabel 1.1 di atas, menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan
oleh guru
kurang menarik karena guru lebih banyak ceramah dan mendominasi dalam
pembelajaran, sehingga siswa kurang termotivasi mengikuti pembelajaran.
Pembelajaran yang demikian akan mengakibatkan kesulitan siswa dalam belajar.
Menurut Trianto (2009) yang mengatakan bahwa dominannya proses pembelajaran
konvensional yang dilakukan oleh guru mengakibatkan kurangnya motivasi belajar
dan rendahnya hasil belajar siswa. Pembelajaran
seperti ini membuat siswa kurang bertanggung jawab dan cenderung mengandalkan
orang lain karena beberapa siswa maju dengan menggunakan catatan teman sebangku
atau kelompoknya. Proses belajar mengajar cenderung membosankan, hal ini
dikarenakan guru tidak membimbing siswa dalam menemukan jawaban dari soal yang
diberikan sehingga aktivitas siswa masih tergolong rendah. Rendahnya aktivitas
siswa di kelas akan berakibat pada hasil belajar siswa yang tidak maksimal. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Susanti (2013) mengungkapkan bahwa
aktivitas belajar berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar.
Salah satu pokok bahasan pada materi yang
sulit dipahami siswa MTs Khulafaur Rasyidin adalah zat aditif dan zat adiktif
karena terdapat konsep-konsep yang sulit dipahami, hal ini terbukti dari hasil
ulangan pada pokok bahasan zat aditif dan zat adiktif pada tahun ajaran
2015-2016 kelas VIII pada 2 kelas yaitu kelas VIIIC dan VIIID. Hasil ulangan
harian tersebut terdapat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2.
Persentase Ketuntasan Hasil belajar siswa MTs Khulafaur Rasyidin Materi
Zat aditif dan Zat
Adiktif (KKM 75) pada Tahun Ajaran 2015/2016
Siswa
|
Jumlah
Siswa
|
Tuntas
|
Tidak
Tuntas
|
Persentase
(%)
|
|
Tuntas
|
Tidak Tuntas
|
||||
VIIIC
|
24
|
9
|
15
|
37,5
|
62,5
|
VIIID
|
24
|
8
|
16
|
33,33
|
66,67
|
|
Rata-rata
|
|
|
35,41
|
64,59
|
Sumber:
Dokumen MTs Khulafaur Rasyidin
Tabel 1.2 di atas menunjukkan bahwa penguasaan siswa
pada pokok bahasan zat aditif dan zat adiktif masih rendah.
Hasil wawancara pada tanggal 3 Agustus 2016
dengan 5 orang siswa, diperoleh informasi bahwa guru monoton dalam menyampaikan
materi zat aditif dan adiktif, guru hanya menuliskan soal di papan tulis
kemudian siswa diperintahkan untuk mengerjakan dengan berdiskusi dengan teman
sebangku kemudian maju mengisi soal dengan membawa buku tanpa diberikan
penjelasan kembali dari jawaban yang telah dituliskan siswa di depan kelas. Selain
itu, pada materi zat aditif dan zat adiktif siswa mengaku kesulitan memahami
materi tersebut.
Sejalan
dengan persoalan di atas dalam proses pembelajaran IPA seharusnya menggunakan model pembelajaran yang inovatif dan dapat memotivasi siswa ke arah belajar yang lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan pembelajaran koperatif Number Head Together (NHT). Pembelajaran kooperatif tipe ini menitikberatkan
pada keaktifan siswa dan memerlukan interaksi sosial yang baik antara semua
kelompok. Pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat
sehingga semua anggota kelompok bertanggung jawab terhadap jawaban yang
disepakati. Selain itu, pembelajaran tipe NHT juga mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerjasama siswa (Anita, 2004).
Model pembelajaran koperatif tipe
NHT merupakan model belajar yang menuntut keaktifan siswa dalam kelompok dan memungkinkan siswa
saling membantu dalam memahami konsep, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman
sebagai masukan yang bertujuan untuk mendapatkan pembelajaran yang lebih optimal. Dalam kegiatan belajar mengajar IPA,
pembelajaran koperatif tipe NHT merupakan salah satu model pembelajaran koperatif yang efektif
diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar. Selain itu, model pembelajaran NHT
sangat menguntungkan siswa sebab siswa dibagi dalam kelompok yang heterogen
artinya dalam satu kelompok terdapat siswa yang memiliki kemampuan rendah,
sedang maupun tinggi sehingga siswa yang kurang pintar nantinya dapat
menjadi
aktif karena dibantu oleh anggota kelompoknya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Lie (2010) yang menyatakan bahwa dengan bentuk pembelajaran kelompok maka
proses pembelajaran lebih menarik sebab seluruh siswa terlihat aktif dalam
mengerjakan tugas-tugasnya masing-masing sesuai dengan kecakapannya, sehingga
dengan penerapan model pembelajaran NHT di kelas, diharapkan tidak ditemukan
lagi siswa yang kurang motivasi belajarnya dan kurang bertanggungjawab seperti
yang tampak pada Tabel 1.
Menurut Djamarah (2010), metode ceramah
yang digunakan guru di kelas (Tabel 1) memiliki kelemahan; mudah menjadi verbalisme (pengertian kata –
kata), yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) yang besar
menerimanya, bila selalu digunakan dan terlalu lama, membosankan, guru
menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar
sekali, dan menyebabkan siswa menjadi pasif. Penuturan di atas menunjukkan
bahwa metode ceramah menjadi penyebab rendahnya motivasi siswa dalam belajar.
Selain itu berdasarkan penelitian Rindang Arunti (2013), yang berjudul
“Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya hasil belajar matematika pada siswa
kelas V MIN Ponjong” diketahui bahwa rendah hasil belajar siswa disebabkan oleh
minat belajar siswa yang rendah yaitu
sebesar 39,91 %. Berdasarkan angket yang digunakan dalam penelitian, didapatkan
informasi bahwa minat belajar siswa rendah disebabkan guru masih sering
menggunakan metode ceramah selama pembelajaran di kelas.
Penelitian ini menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together
(NHT). Adapun beberapa
manfaat pada
model pembelajaran kooperatif
tipe NHT terhadap siswa yang
memiliki hasil belajar dan
aktivitas rendah yang dikemukakan oleh Lundgren
(Ibrahim, 2000), antara lain adalah; rasa harga diri menjadi lebih tinggi,
memperbaiki kehadiran, penerimaan terhadap individu menjadi
lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, hasil belajar lebih
tinggi. Kelebihan model pembelajaran Numbered Head
Together
(NHT) sebagaimana dijelaskan oleh Hill (Tryana, 2008)
bahwa model NHT memiliki kelebihan diantaranya
dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa, mampu
memperdalam pemahaman siswa, menyenangkan siswa dalam belajar,
mengembangkan sikap positif siswa, mengembangkan sikap kepemimpinan siswa, mengembangkan rasa
ingin tahu siswa, meningkatkan rasa
percaya diri
siswa, mengembangkan rasa saling memiliki, serta mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
Selain
itu, beberapa penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar siswa, di antaranya; penelitian Siti Syamsiah (2010) dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas VIII SMP N 1 Rasau Jaya dalam
pokok bahasa partikel-partikel materi” dapat meningkatkan hasil belajar siswa
sebesar 40,32 %, penelitian Silawaty (2010) berupa penerapan pembelajaran
kooperatif teknik NHT pada materi ikatan kimia siswa kelas X SMA Kemala
Bhayangkari 1 Kubu Raya sebesar 62,86% dan penelitian Sri Wulandari (2014), penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe
NHT (Numbered Head Together) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar kimia kelas X SMAN 8 Kota Bengkulu”
memberikan
peningkatan yang signifikan terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan, hasil observasi, dan hasil
wawancara dengan guru bidang studi IPA dan siswa kelas VIII MTs Khulafaur
Rasyidin serta beberapa rujukan hasil penelitian di atas, maka peneliti perlu
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Togerher) terhadap
Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII MTs Khulafaur Rasyidin Pada Materi
zat aditif dan zat adiktif”. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif
solusi terhadap permasalahan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada
pokok materi zat aditif dan zat adiktif.
Use this diet hack to drop 2 lb of fat in just 8 hours
BalasHapusWell over 160000 men and women are trying a simple and secret "liquid hack" to lose 1-2 lbs each and every night while they sleep.
It's very easy and works every time.
This is how you can do it yourself:
1) Get a glass and fill it half the way
2) And then follow this weight loss hack
and you'll become 1-2 lbs skinnier in the morning!